Dalam operasi Barbarossa ini, Hitler khianati perjanjian dengan Stalin
VIVAnews - Pada 71 tahun yang lalu, rezim Nazi Jerman melanggar perjanjian non-agresi dengan Uni Soviet dengan menyerbu negeri Beruang Merah itu. Manuver mendadak dari Adolf Hitler itu sangat mengagetkan diktator Soviet, Josef Stalin, yang dua tahun sebelumnya sepakat tidak saling menyerang.
Dokumentasi stasiun televisi BBC mengungkapkan bahwa pada dini hari 22 Juni 1941, pasukan Nazi-Jerman menggempur posisi Soviet dari sebelah selatan dan barat, sedangkan pasukan ketiga mulai bergerak dari utara Jerman menuju kota Leningrad (kini St. Petersburg).
Sejak setelah mulai invasi, Menteri Nazi urusan Propaganda, Josef Goebbels, melalui siaran radio mengumumkan pernyataan Hitler bahwa mobilisasi pasukan Jerman ke Soviet merupakan invasi yang terbesar sepanjang sejarah.
Dalam invasi ke Soviet dengan nama Operasi Barbarossa, Jerman mengerahkan lebih dari tiga juta tentara, didukung oleh lebih dari 3.000 tank, 7.000 senjata dan hampir 3.000 pesawat.
Namun, mereka masih kalah jumlah dari pasukan Soviet, yang berkekuatan sekitar sembilan juta orang dan 500.000 tentara cadangan. Kendati kalah persenjataan, Soviet pun punya keunggulan lain, yaitu mengandalkan musim salju.
Selain itu, Stalin menerapkan kebijakan bumi hangus setiap desa dan kota yang sulit bertahan dari serangan Jerman. Tujuannya, agar pasukan musuh tidak berhasil menguasai sumber makanan dan logistik untuk mengantisipasi musim dingin.
Itulah sebabnya pasukan Nazi-Jerman gagal menguasai kota-kota besar seperti Moskow, Leningrad, dan Stalingrad. Mereka sudah keburu kelaparan dan kesulitan logistik ditambah harus menghadapi musim salju yang dahsyat.
Pasukan Jerman akhirnya mengalami serangan balik dari Soviet pada 6 Desember 1941. Invasi Jerman atas Soviet gagal dan sejak saat itu mereka secara brutal dipukul mundur hingga ke Berlin dan mengalami kekalahan total pada Mei 1945.
0 komentar:
Posting Komentar